LAPORAN
PRAKTIKUM LOGAM
DISUSUN OLEH :
Febri Ardi Candra ( 14.1.03.01.0036 )
KELAS 3-D
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2017
TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui dan memahami sifat–sifat mekanik material.
Mengetahui dan memahami hubungan antara sifat–sifat mekanik material.
Mengetahui dan memahami pengujian material.
Dapat membaca, memahami dan mengintepretasikan hasil pengujian sifat-sifat mekanik.
Mengetahui dan memahami aplikasi pengujian material.
Mengetahui dan memahami manfaat atau kegunaan dari sifat–sifat mekanik material.
Mengetahui, memahami dan dapat melakukan uji tarik yang benar pada suatu material.
Mengetahui sifat-sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik.
Menentukan energi yang dapat diserap logam terhadap beban yang mendadak.
Mengetahui pengaruh temperature terhadap ketahanan impact.
Untuk mengetahui ketahanan indentasi pada suatu material.
Untuk mengetahui nilai kekerasan material melalui hasil pengujian pada metode Rockwell, Vickers, dan brinnel.
Untuk mengetahui hubungan antara kekrasan dan kekuatan material.
DASAR TEORI
PENGUJIAN MATERIAL
Terdapat dua cara untuk menguji sebuah material. Pertama adalah dengan menggunakan destructive test dan non–destructive test.
Untuk praktikum Metalurgi 1 jenis pengujian yang dijalankan adalah destructive test. Terdapat macam – macam pengujian merusak, tetapi untuk praktikum kali ini pengujian yang dilakukan hanya tiga yaitu, TENSILE TEST, IMPACT TEST, dan HARDNESS TEST
Tensile Test
Tensile test adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985]. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat.
Gambar 1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.
Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada kedua arah sumbunya. Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama besarnya.
Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material. Dimana spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah. Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding pengujian lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai yang valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen uji, pemilihan grips dan lain-lain.
Bentuk dan Dimensi Spesimen uji
Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak dan patahan terjadi di daerah gage length.
Grip and Face Selection
Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip (jaw break). Ini akan menghasilkan hasil yang tidak valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan yang kontak dengan grip. Agar spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face.
Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan dengan estándar baku pengujian.
Gambar 2. Dimensi dan ukuran spesimen untuk uji tarik
Kurva tegangan-regangan teknik dibuat dari hasil pengujian yang didapatkan.
Gambar 3. Contoh kurva uji tarik
Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban yang diberikan dibagi dengan luas awal penampang benda uji. Dituliskan seperti dalam persamaan 2.1 berikut:
Keterangan ;
s : besarnya tegangan (kg/mm2)
P : beban yang diberikan (kg)
A0 : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan-regangan teknik adalah regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan yang dihasilkan setelah pengujian dilakukan dengan panjang awal. Dituliskan seperti dalam persamaan 2.2 berikut.
Keterangan :
e : Besar regangan
L : Panjang benda uji setelah pengujian (mm)
Lo : Panjang awal benda uji (mm)
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastik, laju regangan, temperatur dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan dan pengurangan luas. Dan parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan dua yang terakhir menyatakan keuletan bahan.
Bentuk kurva tegangan-regangan pada daerah elastis tegangan berbanding lurus terhadap regangan. Deformasi tidak berubah pada pembebanan, daerah remangan yang tidak menimbulkan deformasi apabila beban dihilangkan disebut daerah elastis. Apabila beban melampaui nilai yang berkaitan dengan kekuatan luluh, benda mengalami deformasi plastis bruto. Deformasi pada daerah ini bersifat permanen, meskipun bebannya dihilangkan. Tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan deformasi plastis akan bertambah besar dengan bertambahnya regangan plastik.
Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus elastisitas. Persamaannya dituliskan dalam persamaan
Keterangan ;
E : Besar modulus elastisitas (kg/mm2),
e : regangan
σ : Tegangan (kg/mm2)
Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengimbangi penurunan luas penampang lintang benda uji dan tegangan teknik (sebanding dengan beban F) yang bertambah terus, dengan bertambahnya regangan. Akhirnya dicapai suatu titik di mana pengurangan luas penampang lintang lebih besar dibandingkan pertambahan deformasi beban yang diakibatkan oleh pengerasan regang. Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu titik dalam benda uji yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa beban. Seluruh deformasi plastis berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan benda uji mulai mengalami penyempitan secara lokal. Karena penurunan luas penampang lintang lebih cepat daripada pertambahan deformasi akibat pengerasan regang, beban sebenarnya yang diperlukan untuk mengubah bentuk benda uji akan berkurang dan demikian juga tegangan teknik pada persamaan (1) akan berkurang hingga terjadi patah.
Dari kurva uji tarik yang diperoleh dari hasil pengujian akan didapatkan beberapa sifat mekanik yang dimiliki oleh benda uji, sifat-sifat tersebut antara lain [Dieter, 1993]:
Kekuatan tarik 5. Kelentingan dari suatu material
Kuat luluh dari material 6. Ketangguhan.
Keuletan dari material
Modulus elastic dari material
1.1 Kekuatan Tarik
Kekuatan yang biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh (Yield Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile Strength). Kekuatan tarik atau kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength / UTS), adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji.
Keterangan,
Su = Kuat tarik
Pmaks = Beban maksimum
A0 = Luas penampang awal
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum dimana logam dapat menahan sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.
Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil suatu uji tarik, tetapi pada kenyataannya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan. Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum, di mana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas. Akan ditunjukkan bahwa nilai tersebut kaitannya dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaannya untuk tegangan yang lebih kompleks, yakni yang biasanya ditemui. Untuk berapa lama, telah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai. Kecenderungan yang banyak ditemui adalah menggunakan pendekatan yang lebih rasional yakni mendasarkan rancangan statis logam yang liat pada kekuatan luluhnya. Akan tetapi, karena jauh lebih praktis menggunakan kekuatan tarik untuk menentukan kekuatan bahan, maka metode ini lebih banyak dikenal, dan merupakan metode identifikasi bahan yang sangat berguna, mirip dengan kegunaan komposisi kimia untuk mengenali logam atau bahan. Selanjutnya, karena kekuatan tarik mudah ditentukan dan merupakan sifat yang mudah dihasilkan kembali (reproducible). Kekuatan tersebut berguna untuk keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas bahan. Korelasi empiris yang diperluas antara kekuatan tarik dan sifat-sifat bahan misalnya kekerasan dan kekuatan lelah, sering dipergunakan. Untuk bahan-bahan yang getas, kekuatan tarik merupakan kriteria yang tepat untuk keperluan perancangan. Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastik mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti. Telah digunakan berbagai kriteria permulaan batas luluh yang tergantung pada ketelitian pengukuran regangan dan data-data yang akan digunakan.
Batas elastik sejati berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-6 inci/inci. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.
Batas proporsional adalah tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan-regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari bagian garis lurus kurva tegangan-regangan.
Batas elastik adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro. Dengan ketelitian regangan yang sering digunakan pada kuliah rekayasa (10-4 inci/inci), batas elastik lebih besar daripada batas proporsional. Penentuan batas elastik memerlukan prosedur pengujian yang diberi beban-tak diberi beban (loading-unloading) yang membosankan.
1.2 Kekuatan luluh (yield strength)
Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh (Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield strength) merupakan titik yang menunjukan perubahan dari deformasi elastis ke deformasi plastis [Dieter, 1993]. Besar tegangan luluh dituliskan seperti pada persamaan 2.4, sebagai berikut.
Keterangan :
Ys : Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)
Py : Besarnya beban di titik yield (kg)
Ao : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Tegangan di mana deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastis yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastis mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Definisi yang sering digunakan untuk sifat ini adalah kekuatan luluh ditentukan oleh tegangan yang berkaitan dengan perpotongan antara kurva tegangan-regangan dengan garis yang sejajar dengan elastis ofset kurva oleh regangan tertentu. Di Amerika Serikat offset biasanya ditentukan sebagai regangan 0,2 atau 0,1 persen (e = 0,002 atau 0,001)
Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda uji diberi pembebanan hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan kemudian pada saat beban ditiadakan maka benda ujinya akan bertambah panjang 0,1 sampai dengan 0,2%, lebih panjang daripada saat dalam keadaan diam. Tegangan offset di Britania Raya sering dinyatakan sebagai tegangan uji (proff stress), di mana harga ofsetnya 0,1% atau 0,5%. Kekuatan luluh yang diperoleh dengan metode ofset biasanya dipergunakan untuk perancangan dan keperluan spesifikasi, karena metode tersebut terhindar dari kesukaran dalam pengukuran batas elastik atau batas proporsional.
1.3 Pengukuran Keliatan (keuletan)
Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada saat diberikan penetrasi dan akan kembali ke baentuk semula.Secara umum pengukuran keuletan dilakukan untuk memenuhi kepentingan tiga buah hal [Dieter, 1993]:
Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam dapat berdeformasi tanpa terjadi patah dalam suatu proses suatu pembentukan logam, misalnya pengerolan dan ekstrusi.
Untuk memberi petunjuk secara umum kepada perancang mengenai kemampuan logam untuk mengalir secara pelastis sebelum patah.
Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi pengolahan
1.4 Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan keelastisitasannya. Makin besar modulus, makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom, karena gaya-gaya ini tidak dapat dirubah tanpa terjadi perubahan mendasar pada sifat bahannya. Maka modulus elastisitas salah satu sifat-sifat mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin.
Secara matematis persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai berikut.
Dimana, s = tegangan
ε = regangan
Tabel 1 Harga modulus elastisitas pada berbagai suhu [Askeland, 1985]
1.5 Kelentingan (resilience)
Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada waktu berdeformasi secara elastis dan kembali kebentuk awal apabila bebannya dihilangkan [Dieter, 1993]. Kelentingan biasanya dinyatakan sebagai modulus kelentingan, yakni energi regangan tiap satuan volume yang dibutuhkan untuk menekan bahan dari tegangan nol hingga tegangan luluh σo. Energi regangan tiap satuan volume untuk beban tarik satu sumbu adalah :
Uo = ½ σxеx
Dari definisi diatas, modulus kelentingan adalah :
Persamaan ini menunjukan bahwa bahan ideal untuk menahan beban energi pada pemakaian di mana bahan tidak mengalami deformasi permanen, misal pegas mekanik, adalah data bahan yang memiliki tegangan luluh tinggi dan modulus elastisitas rendah.
1.6 Ketangguhan (Toughness)
Ketangguhan (Toughness) adalah kemampuan menyerap energi pada daerah plastik. Pada umumnya ketangguhan menggunakan konsep yang sukar dibuktikan atau didefinisikan. Salah satu menyatakan ketangguhan adalah meninjau luas keseluruhan daerah di bawah kurva tegangan-regangan. Luas ini menunjukan jumlah energi tiap satuan volume yang dapat dikenakan kepada bahan tanpa mengakibatkan pecah. Ketangguhan (S0) adalh perbandingan antara kekuatan dan kueletan. Persamaan sebagai berikut.
UT ≈ su ef
atau
Untuk material yang getas
Keterangan; UT : Jumlah unit volume
Tegangan patah sejati adalah beban pada waktu patah, dibagi luas penampang lintang. Tegangan ini harus dikoreksi untuk keadaan tegangan tiga sumbu yang terjadi pada benda uji tarik saat terjadi patah. Karena data yang diperlukan untuk koreksi seringkali tidak diperoleh, maka tegangan patah sejati sering tidak tepat nilai
Impact Test
Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.1
Gambar 1.1. Mesin Uji Impact
Bandul dengan ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi yang diserap oleh spesimen.
Gambar 1.2. Sketsa Perhitungan Energi Impact Teoritis
Besarnya energi impact (joule) dapat dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan besarya energi impact dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Eo =W.ho……...............…....(1)
E1 = W.h1……….................(2)
∆E = Eo -E1 = W (ho- h1)…...(3)
dari gambar 1.2 didapatkan
ho = ℓ - ℓcos α
= ℓ (1 - cos α)…...........…(4)
h1 = ℓ - ℓcos β
= ℓ (1 - cos β)….............,.(5)
dengan subtitusi persamaan 4 dan 5 pada 3 di dapatkan :
∆E = W ℓ( cos β - cos α )......……… (6)
dimana:
Eo = Energi awal (J)
E1 = Energi akhir (J)
W = Berat bandul (N)
ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m)
h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas (m)
ℓ = panjang lengan bandul (m)
α = sudut awal (o)
β = sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact /impact strength (Is) maka energi impact tersebut harus dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :
Is = ∆E/A
= W ℓ( cos β - cos α )……… (7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth memegang peranan yang amat berpengaruh terhadap kekuatan impact. Adanya takikan pada kerja yang salah seperti diskotinuitas pada pengelasan, atau korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat tegangan (stress concentration). Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan material brittle (getas), sehingga patah pada beban di bawah yield strength.
Ada tiga macam bentuk takikan pada pengujian impact yakni takikan type A (V), type B (key hole) dan type C (U) sebagaimana ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.3 Macam-macam Bentuk Takikan Pada Spesimen Uji Impact.
(a) Bentuk V, (b) Bentuk U, (c) Bentuk key hole
Fracture atau kepatahan pada suatu material dapat digolongkan sebagai brittle (getas) atau ductile (ulet). Suatu material yang mengalami kepatahan tanpa mengalami deformasi plastis dikatakan patah secara brittle. Sedangkan apabila kepatahan didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan mengalami ductile Fracture. Material yang mengalami brittle Fracture hanya mampu menahan energi yang kecil saja sebelum mengalami kepatahan. Perbedaan permukaan kedua jenis patahan sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 1.4 Pola Patahan Pada Penampang Specimen Uji Impact
1.3. Metode Pengujian Impact
Metode pengujian impact dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a) Metode Charpy
Gambar 1.5. Metode Charpy
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar1.5.a, spesimen diletakkan mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak takikan (notch) tepat ditengah dengan arah pemukulan dari belakang takikan. Biasanya metode ini digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk Indonesia.
b) Metode izod
Gambar 1.6. Metode Izod
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.5.b, spesimen dijepit pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan takikan. Biasanya metode ini digunakan di Negara Inggris.
1.4 Temperatur Transisi
Kemampuan suatu material untuk menahan energi impact sangat dipengaruhi oleh temperatur kerja. Pengaruh temperatur terhadap kekuatan impact setiap jenis material berbeda-beda.Baja karbon merupakan salah satu contoh logam yang kekuatan impactnya turun drastis bila berada pada temperatur yang sangat dingin (±1000 C). Sebaliknya aluminium adalah contoh logam yang masih mempunyai kekuatan impact yang cukup tinggi pada temperatur yang sangat dingin tersebut. Pada umumnya kenaikan temperatur akan meningkatkan kekuatan impact logam, sedangkan penurunan temperatur akan menurunkan kekuatan impactnya.
Diantara kedua kekuatan impact yang ekstrim tersebut ada suatu titik temperatur yang merupakan transisi dari kedua titik ekstrim tersebut yakni suatu temperatur yang menunjukkan perubahan sifat material dari ductile menjadi brittle. Titik temperatur tersebut disebut ‘temperatur transisisi’.
Gambar 1.7. Grafik Temperatur Transisi
Ada lima criteria penentuan temperature transisi seperti yang telah ditunjukkan oleh gambar di atas, yaitu :
T1 adalah temperature transisi yang diperolehdari temperature suatu material pada saat material tersebut bersifat 100% ductile menuju ductile-brittle. Suhu transisi ini sering disebut dengan Fracture temperature plastic (FTP).
T2 adalah temperature transisi suatu material pada saat fracture appearance berada pada 50% ductile – 50 % brittle.
T3 adalah criteria temperature transisi yang diperoleh dari rumus :
Is taransisi = (Is maximum + Is minimum) / 2
T4 adalah temperature transisi yang diperoleh pada saat material dari sifat ductile - brittle menu brittle setelah melewati Cv = 15 ft-lb.
T5 adalah temperature transisi yang diperoleh pada saat material bersifat ductile – brittle menuju brittle 100%. Temperatur ini disebut dengan nil ductility temperature (NDT)
HARDNESS TEST
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan
dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro
dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material
tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi
atau penetrasi (penekanan).
Mengapa diperlukan pengujian kekerasan?
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu. Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :
Brinnel (HB / BHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap
bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material
yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating
atau pun terbuat dari bahan Karbida Tungsten.
Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :
Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 4.
Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.
Dimana :
F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf)
F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf)
F = Total beban (kgf)
e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm
E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang
untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1
HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness
Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala dan range uji dalam skala Rockwell.
Vikers (HV / VHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari
indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2).
Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu :
Dimana,
HV = Angka kekerasan Vickers
F = Beban (kgf)
d = diagonal (mm)
METODE PERCOBAAN
TENSILE TEST
Spesimen
Baja AISI 1040
Aluminium Alloy 2024
Standarisasi (Spesimen dan Pengujian)
Spesimen uji sesuai standar JIS Z 2201
Metode Pengujian berdasarkan standar JIS Z 2241
Peralatan
Mesin Tarik Wolfert Tensile-Bending dengan kapasitas maksimal 300 kg
Jangka Sorong dengan ketelitian 0.1 mm
Milimeter block
Marker
Prosedur
Catat data mesin tarik.
Ukur Dimensi spesimen (Panjang spesimen awal, gauge length awal,diameter awal, luas spesimen awal) dengan menghitung nilai rata-rata dari tiga kali pengukuran.
Sebelum spesimen dipasang pada mesin tarik, buatlah grip pada plain end (shouldered end, threaded end, pin end, dan weld end) agar pada saat ditarik spesimen tidak mengalami slip.
Spesimen dipasang pada penjepit
Atur skala pembebanan.
Kertas grafik dan pena di pasang.
Pemberian pembebanan
Selama penarikan perhatikan perubahan yang terjadi pada spesimen maupun grafik.(besarnya) beban yield, perpanjangan saat yield, beban maksimum, perpanjangan saat beban maksimum, beban saat patah, dan perpanjangan saat patah)
Setelah patah, spesimen dilepas dari penjepit.
Kedua bagian spesimen yang patah digabung kembali, kemudian ukur dan catat dimensi spesimen setelah patah (Panjang spesimen akhir, gauge length,diameter akhir, luas spesimen akhir, yield strength, elongation, reduction area)
IMPACT TEST
Spesimen
ASTM A131
Standarisasi ( Spesimen dan Pengujian )
Metode pengujian dan spesimen berdasarkan standar JIS Z 2242
Variabel Percobaan
-20°
25°
100°
Peralatan
Mesin merk FRANK type 580 M
Dry ice
Gergaji besi
Es batu
Water heater
Air (aquades)
Jangka sorong
Stopwatch
Prosedur
Percobaan ini di lakukan pada kondisi temperature -20°, 25°dan 100°
Ukur dimensi spesimen (panjang, lebar dan tebal) sampai tiga kali
Untung menghitung energi secara teoritis seperti yang telah di rumuskan dalam hokum kekekalan tenaga, maka terkebih dahulu harus di hitung panjang batang bandul (l) dan berat bandul (W).
Bentuk U notch dengan menggunakan gergaji besi
Letakkan spesimen pada landasan, spesimen diletakkan sesuai dengan metode charpy
Bandul di naikkan setinggi h atau sebesar sudut 156°.
Atur posisi jarum penunjuk skala pada posisi nol.
Bandul di lepas.
Catat sudut akhir bandul dan energi yang di butuhkan untuk mematahkan spesimen.
Hitung energi dan impact strength.
Gambarkan pola patahan dari ketiga variasi temperatur.
HARDNESS TEST
Spesimen
Pin rantai (C15) untuk Rockwell
Kepala baut (SS 316L) untuk Vickers.
Aluminium untuk Brinnel
Standarisasi
Metode pengujian dan spesimen berdasarkan JIS Z 2243 Brinnel.
Metode pengujian dan spesimen berdasarkan JIS Z 2244 Vickers
Metode pengujian dan spesimen berdasarkan JIS Z 2245 Rockwell
Peralatan
Mesin pengujian hardness test Wolfert.
Indentor yang digunakan adalah sebagai berikut:
Kerucut intan untuk Rockwell test.
Intan pyramid (sudut puncak 136°) untuk Vickers hardness test
Bola baja (d=2,5 m) untuk Brinnel hardness test.
Loupe Pengukur
Prosedur
A. Brinnel Hardness Test
Spesimen dibersihkan permukaannya
Indentor bola baja dipasang pada pemegang indentor
Pemegang indentor dipasangkan pada mesin
Beban sebesar 62,5 kP ditempatkan pada mesin
Meja mesin dinaikkan dengan memutar handwheel sehingga penetrasi oleh indentor kepada specimen menunjukkan angka 3 (jarum penunjuk skala kecil). Pada saat ini beban mula mula adalah 10 kgf.
Handle diputar untuk proses indentasi, berarti pembebanan penuh
Setelah handle tidak bergerak lagi, putar kembali handle ke posisi semula
Spesimen dilepas dari mesin uji.
Diameter tapak tekan diukur menggunakan loupe pengukur.
B. Vickers Hardness Test
Spesimen dibersihkan permukaannya
Indentor intan piramid dipasang pada pemegang indentor
Pemegang indentor dipasangkan pada mesin
Beban sebesar 30 kP ditempatkan pada mesin
Meja mesin dinaikkan dengan memutar handwheel sehingga penetrasi oleh indentor kepada specimen menunjukkan angka 3 (jarum penunjuk skala kecil). Pada saat ini beban mula mula adalah 10 kgf.
Handle diputar untuk proses indentasi, berarti pembebanan penuh
Setelah handle tidak bergerak lagi, putar kembali handle ke posisi semula
Spesimen dilepas dari mesin uji
Diagonal tapak tekan diukur menggunakan loupe pengukur.
C. Rockwell Hardness Test
Spesimen dibersihkan permukaannya
Indentor dipasang pada pemegang indentor
Pemegang indentor dipasangkan pada mesin
Beban sebesar 150 kP ditempatkan pada mesin
Meja mesin dinaikkan dengan memutar handwheel sehingga penetrasi oleh indentor kepada specimen menunjukkan angka 3 (jarum penunjuk skala kecil). Pada saat inibeban mula mula adalah 10 kgf.
Handle diputar untuk proses indentasi, berarti pembebanan penuh
Setelah handle tidak bergerak lagi, putar kembali handle ke posisi semula
Nilai kekerasan pada skala utama mesin uji dicatat.
Spesimen dilepas dari mesin uji
HASIL PENGAMATAN
TENSILE TEST
Spesimen I II III
Sebelum Percobaan
Standar pengujian JIS Z 2241 JIS Z 2241 JIS Z 2241
Standar spesimen JIS Z 2201 JIS Z 2201 JIS Z 2201
Panjang spesimen awal (mm) 233,50 244,20 245,85
Gauge length awal,L0 (mm) 76,65 77,90 79,60
Diameter awal,D0 (mm) 9,80 9,70 9,70
Luas spesimen awal,A0 (mm2) 75,79 73,86 73,86
Saat Percobaan
Beban lumer, Py (KN) 274 226
∆L saat yield (mm) 3,6 3,64
Beban maksimum, Pu (KN) 38,4 35,6 462
∆L saat patah (mm) 36,9 36,48
Sesudah Percobaan
Panjang spesimen akhir (mm) 267,10 274,20 264,80
Gauge length akhir, L1 (mm) 100,20 100 91,85
Diameter akhir, D1 (mm) 6,60 6,35 6,20
Luas spesimen akhir, A1 (mm) 34,19 31,55 30,17
Yield strength, σ(kg/mm) 0,361 0,305
Elongation, ε (%) atau (mm/mm) 30,72 % 28,36 % 15,38 %
Reduction area, Ψ (%) 54,88 % 57,28 % 59,15 %
∆l 33,6 30 18,95
HARDNESS TEST
ROCKWELL HARDNESS TEST
Material Test Place Beban Indentor Skala Kekerasan (HRC)
Pin Rantai
150 kp
Kerucut intan 120°
Hitam 61
66
66
VICKERS HERDNESS TEST
Material Test Place
Beban
Indentor
Skala Diagonal Kekerasan (HVN)
d1 d2 drata2
Pin Rantai
30 kp
Piramid Intan 30 ° Di ukur pakai loop 0,35
0,35
0,35 0,4
0,4
0,4 0,375
0,375
0,375 3,973
3,973
3,973
BRINNEL HARDNESS TEST
Material Test Place
Beban
Indentor
Skala Diagonal
Kekerasan (HVN)
BHN Rata2
d1 d2 drata2
Alumunium
62,5
Bola Baja D=2,5mm 1,30
1,35
1,4 1,3
1,4
1,35 1,3
1,375
1,375 43,764
38,744
38,744
40,417
SPESIMEN 1
Bahan : Pin Rantai
Gambar :
HN
Jarak
SPESIMEN 2
Bahan : Pin Rantai
Gambar :
HN
Jarak
SPESIMEN 3
Bahan : Pin Rantai
Gambar :
HN
Jarak
IMPACT TEST
Kode Spesimen I II III Keterangan
Sebelum Percobaan
Bahan
Standar Pengujian JIS Z2242 JIS Z2242 JIS Z2242
Standar Spesimen JIS Z2242 JIS Z2242 JIS Z2242
Temperatur 25º 100º -20º
Panjang Spesimen 61,80 61,80 61,80
Tinggi 9,7 9,7 9,7
Tebal 10 10 10
Saat Percobaan
Waktu Periode (T50) 90 detik 90 detik 90 detik
Jarak Tumpuan (P)
Sudut Awal (α) 156º 156º 156º
Sudut Akhir (β) 104º 96º 140º
Energi Untuk Mematahkan (Ekpm) 10,4 12,6 2,2
Setelah Percobaan
Tebal Patahan
Tebal Sisa Patahan
Gambar Pola Patahan :
Spesimen :
Temperatur :
Spesimen :
Temperatur :
Spesimen
Temperatur :
PEMBAHASAN
Sifat Mekanik Bahan
Sifat mekanik didefinisikan sebagai ukuran kemampuan bahan untuk membawa atau menahan gaya atau tegangan. Pada saat menahan beban, atom-atom atau struktur molekul berada dalam kesetimbangan. Gaya ikatan pada struktur menahan setiap usaha untuk mengganggu kesetimbangan ini, misalnya gaya luar atau beban.
Bahan liat (ductile) dan bahan rapuh (brittle)
Bahan-bahan logam biasanya diklasifikasikan sebagai bahan liat (ductile) atau bahan rapuh (brittle). Bahan liat mempunyai gaya regangan ( tensile strain ) relatif besar sampai dengan titik kerusakan (misal baja atau aluminium) sedangkan bahan rapuh mempunyai gaya regangan yang relatif kecil sampai dengan titik yang sama. Besi cor dan beton merupakan contoh bahan rapuh.
Modulus kekerasan (modulus of toughness)
Kerja yang dilakukan suatu unit volume bahan, seperti misalnya gaya tarikan yang dinaikkan dari nol sampai suatu nilai yang menyebabkan keruntuhan didefinisikan sebagai modulus kekerasan. Ini dapat dihitung sebagai luasan dibawah kurva tegangan-regangan dari origin sampai titik keruntuhan. Kekerasan bahan adalah kemampuan untuk menyerap energi pada selang plastis dari bahan
Batas luluh bahan
Sebenarnya sifat elastis masih terjadi sedikit di atas batas proporsional, namun hubungan antara tegangan dan regangan tidak linear dan pada umumnya batas daerah elastis dan daerah plastis sulit untuk ditentukan. Karena itu, maka didefinisikan kekuatan luluh (yield point). Kekuatan luluh adalah harga tegangan terendah dimana material mulai mengalami deformasi plastis. Pada gambar tegangan-regangan, memperlihatkan titik luluh atas dan titik luluh bawah yang ditandai oleh pengurangan beban mendadak, diikuti dengan perpanjangan yang meningkat dan peningkatan beban yang mendadak lagi. Gejala ini disebut meluluhnya bahan, yang ditandai dengan perubahan bentuk yang plastis dan naik turunnya beban.
Klasifikasi Bahan
Sampai saat ini, diskusi kita adalah didasarkan pada asumsi bahwa bahan mempunyai dua karakteristik, yaitu:
Homogen, yaitu mempunyai sifat elastis yang sama pada keseluruhan titik pada bahan.
Isotropis, yaitu mempunyai sifat elastis yang sama pada semua arah pada setiap titik dalam bahan.
Deformasi
Deformasi terjadi bila bahan mengalami gaya. Selama deformasi, bahan menyerap energi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja sepanjang deformasi. Sekecil apapun gaya yang bekerja, maka benda akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran.
Perubahan ukuran secara fisik ini disebut deformasi. Deformasi ada dua macam yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Yang dimaksud deformasi elastis adalah deformasi yang terjadi akibat adanya beban yang jika beban ditiadakan, maka material akan kembali keukuran semula. Sedangkan deformasi plastis adalah deformasi yang bersifat permanen jika bebannya dilepas.
Penambahan beban pada bahan yang telah mengalami kekuatan tertinggi tidak dapat dilakukan, karena pada kondisi ini bahan telah mengalami deformasi total. Jika beban tetap diberikanmaka regangan akan bertambah dimana material seakan menguat yang disebut dengan penguatan regangan (strain hardening) yang selanjutnya benda akan mengalami putus pada kekuatan patah. Sebuah plat yang diberi beban secara terus-menerus, secara bertahap akan mengalami deformasi. Pada awal pembebanan akan terjadi deformsi elastis sampai pada kondisi tertentu bahan akanmengalami deformasi plastis. Pada awal pembebanan bahan di bawah kekuatan luluh bahan akan kembali kebentuk semula, hal ini dikarenakan sifat elastis bahan. Peningkatan beban melebihikekuatan luluh (yield point) yang dimiliki plat akan mengakibatkan aliran deformasi plastis sehingga plat tidak akan kembali ke bentuk semula. Kekuatan luluh adalah harga tegangan terendah dimana material mulai mengalami deformasi plastis. Titik σy atas adalah titik luluh atas dan titik σy bawah adalah titik luluh bawah yang ditandai oleh pengurangan beban yang mendadak, diikuti dengan perpanjangan yang meningkat dan peningkatan beban yang mendadak lagi. Gejala ini disebut meluluhnya bahan, yang ditandaidengan perubahan bentuk yang plastik dan naik-turunnya beban Pada titik mulur hubungan tegangan-regangan sudah tidak linier, namun sifat elastis masih terjadi sedikit diatas batas proporsional. Pada umumnya batas daerah elastis dan daerah plastis sulit untuk ditentukan. Karena itu, maka didefinisikan kekuatan luluh (yield strength). Batas proporsional merupakan tegangan tertinggi dimana material masih mengalami deformasi elastis dan belum mengalami deformasi plastis. Titik mulur atau yang biasa disebut dengan titik luluh (yield point) adalah titik transisi dari elastis ke daerah plastis. Pada titikmulur ini material mulai mengalami deformasi plastis yang bersifat permanen jika beban mulai dilepas.
Melalui pengujian kita dapat mengetahui sifat – sifat mekanik logam dan sifat fisik lainnya.Seperti kekerasan,kekuatan,kekenyalan,kekakuan dan plastisitas bahan.Adapun jenis pengujiannya antara lain :
1.Pengujian Destruktif Sesuai dengan namanya pengujian ini bersifat merusak bahan yang diuji sehingga bahan yang diuji akan rusak atau cacat. Bahan yang diuji adalah bahan yang telah memenuhi bentuk dan jenis secara internasional .umumnya ada beberapa pengujian destruktif yaitu:
1.1 Pengujian Kekerasan Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui nilai kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.
Pengujian kekerasan ini bertujuan :
1.Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam.
2.Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu
kekerasan dari logam setelah diHeat Treatment.
3.Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan
pendinginan.
4.Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh
media pendingin.
Pengertian Kekerasan
Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuranketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan danada pula yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.
Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian ketiga jenis tersebut adalah:
Kekerasan goresan (Stracht Hardness), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresanyang terdapat pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.
Kekerasan Lekukan (Identation Hardness), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang terdapat pada benda kerja.
Kekerasan Pantulan (Rebound) atau kekerasan dinamik (Dinamic Hardness), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil pantulanyang lakukan pada saat pengujian. Misalnya cara penekanan :BRINELL, MEYER, VICKERS, ROCKWELL, dan lain - lain. Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode. Pengukuran ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasinya.Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus berbanding terbalik dengan kekerasan. - Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan
Macam-masam proses perlakuan panas :
1.Thermal Treatments.
2.Thermochemical Treatment.
3.Inovatif Surface Treatment.
Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda – beda padakekerasan misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan panas yang digunakan adalah thermal treatment yangmeliputi : annealing (full annealing, recrystalization annealing, stressrelief annealing ), normalizing, hardening, tempering. Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai
Pengujian ini merupakan proses pengujian yang biasa dilakukan karena pengujian tarik dapat menunjukkan perilaku bahan selama proses pembebanan. Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik , yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji. Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap material tersebut. Dalam dunia industri tentu akan menjadi sangat boros bila dilakukan pengujian dari setiap barang yang ingin diketahui sifat mekaniknya. Lalu apa yang dilakukan oleh orang-orang di industri? Mereka melakukan pengujian terhadap spesimen dari barang yang ingin mereka ketahui sifat mekaniknya. Ada beberapa uji mekanik yang bisa dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat material, antara lain; ujitarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi/ puntir(torsion test), uji fatigue,dll. Dari sekian pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui sifat material, uji tarik menjadi pengujian yang paling disukai untuk dilakukan karena dari satu pengujian dapat diketahui lebih banyak sifat material dari satu pengujian tersebut. Dalam artikel kali ini, penulis akan sedikit membahas tentang pengujian tarik dan sifat-sifat material apa saja yang bisa diketahui dari uji tarik.
Uji tarik mungkin dapat dikatakan pengujian yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan telah mengalami standarisasi di seluruh dunia, baik dari metode pengujian, bentuk spesimen yang diuji dan metode perhitungan dari hasil pengujian tersebut. Dengan menarik suatu material secara perlahan-lahan, kita akan mengetahui reaksi dari material tersebut terhadap pembebanan yang diberikan dan seberapa panjang material tersebut bertahan sampai akhirnya putus.
Mengapa melakukan Uji Tarik?
Dari uji tarik, banyak sifat-sifat yang bisa kita ketahui dibandingkan dengan pengujian lain. Dari hasil penarikan material hingga material tersebut putus, kita dapat mengetahui data yaitu berupa tegangan tarikversuspertambahan panjang dari material yang kita uji. Gambaran singkat uji tarik dan tegangan yang terjadi Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS,dalam bahasa Indonesia disebuttegangan tarik maksimum.
Hukum Hooke (Hooke’s Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier ataulinear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan Stress:
σ = F/A
F: gaya tarikan,
A: luas penampangStrain:
ε = ΔL/L
ΔL: pertambahan panjang,
L: panjang awalHubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = σ / ε
E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap.Ediberi nama“Modulus Elastisitas”atau“Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve). Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti pada gambar di bawah ini.Standar specimen yang digunakan Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage) yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada gambar di atas. Bila pengukur regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi perubahan regangan.
Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, Profil data hasil uji tarik Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman pada hasil uji tarik Asumsi kan bahwa kita melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D .
Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerahlanding.
Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastiske plastis
Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan luluh εy (yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.Regangan elastis εe(elastic strain)Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis εp (plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT= εe+εp. regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E danbesar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength) ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (fracture strength)
merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset – strain .Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linierPerlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan Istilah lain Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil uji tarik.
Langkah pengujian kekuatan tarik sebagai berikut :
Menyiapkan kertas milimeterblock dan letakkan kertas tersebut pada plotter.
Benda uji mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan tenaga hidrolik diawali 0 kg hingga benda putus pada beban maksimum yang dapat ditahan benda tersebut.
Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji setelah putus.
Gaya atau beban yang maksimum ditandai dengan putusnya benda uji terdapat pada layar digital dan dicatat sebagai data.
Hasil diagram terdapat pada kertas milimeterblock yang ada pada mejaplotter.
Hal terakhir yaitu menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, perpanjangan, reduksi penampang dari data yang telah didapat dengan menggunakan persamaan yang ada.
Pengujian lengkung (Bending Test)
Pengujian ini merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang diletakkan terhadap specimen dan bahan, baik bahan yang akan digunakan pada kontraksi atau komponen yang akan menerima pembebanan terhadap suatu bahan pada satu titik tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan.
Uji lengkung ( bending test ) merupakan salah satu bentuk pengujian untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji bending digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal maupun HAZ. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Kekuatan tarik ( Tensile Strength )
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.
3. Tegangan luluh ( yield ).Berdasarkan posisi pengambilan spesimen,
Uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu transversal bending dan longitudinal bending.
a. Transversal Bending.
Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak lurus dengan arah pengelasan. Berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian transversal bending dibagi menjadi tiga :
1. Face Bend ( Bending pada permukaan las )Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan lasmengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik. Apakah timbul retak atau tidak.Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah diweld metal, HAZ atau di fussion line (garis perbatasan WM dan HAZ ).
2. Root Bend ( Bending pada akar las )Dikatakan roote bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan .Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ)
3. Side Bend ( Bending pada sisi las ). Dikatakan side bend jika bending dilakukan pada sisi las .Pengujian ini dilakukan jika ketebalan material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi. Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya,apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasanWM dan HAZ).
b. Longitudinal Bending
Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah dengan arah pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua :
Face Bend (Bending pada permukaan las) Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Root Bend (Bending pada akar las)Dikatakan root bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Ø Kriteria kelulusan uji bending Untuk dapat lulus dari uji bending maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria sebagaiberikut :
Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan.
Keretakan maksimal 10 mm dari jumlah semua keretakan terbesar antara 1mm – 3 mm.
Keretakan sudut maksimal 6 mm. kecuali keretakan berasal dari beberapa jenis retak maka keretakan maksimal 3mm.
Uji impact
Uji impact dilakukan untuk menentukan kekuatan material sebagai sebuah metode uji impct digunakan dalam dunia industry khususnya uji impact charpy dan uji impact izod. Dasar pengujian ini adalah penyerapan energy potensial dari pendulum beban yang mengayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk material uji sehingga terjadi deformasi.
Ø Sistem Pengujian Pukul Takik
1. Uji Charphy Benda uji diletakkan secara mendatar dan ditahan pada sisi kiri & kanan. Kemudian benda dipukul pada bagian belakang takikan, letaknya persis di tengah.Takikan membelakangi pululan.
2.Uji Izod Benda uji dijepit pada satu ujungnya pada posisi tegak. Lalu benda uji ini dipukul dari sisi depan pada sisi ujung yang lain
Macam-Macam Patahan :
Patahan getas :Patahan yang tejadi pada bahan yang getas.misal : besi tuang.
Patahan liat :Patahan yang terjadi pada bahan yang lunak.misal : baja lunak, tembaga dsb.
Patahan campuran :Patahan yang terjadi pada bahan yang cukup kuat, namun ulet.misal : pada baja temper.
Kesimpulan
1. Sifat mekanik material :
Kekerasan
Kekuatan
Keuletan
Kelentingan
Ketangguhan
Modulus elastisitas
2. Pengujian Material :
Destruktif
Pengujian kekerasan
Pengujian kekerasan dengan penekanan ( indentation test )
Pengujian kekerasan dengan goresan ( sratch test )
Pengujian kekerasan dengan cara dinamik (dinamik test )
Pengujian tarik
Pengujian lengkung
Uji impact
Uji struktur
Pengujian dengan larutan ETSA
Pengujian non destruktif
Penetrant testing
Magnetic particle testing
Ultrasonic testing
Radiography
Temperatur terhadap energi impact
Temperature sangat berpengaruh pada ketangguhan suatu material .dimulai dari rapuh , yakni pada suhu yang sangat rendah , akibat suhu yang sangat rendah mengakibatkan butir semakin jauh , ikatan melemah, dan rapuh. Dengan demikian material amat mudah patah sehingga energi yang di butuhkan untuk mematahkan nya sangat kecil. Selanjutnya dengan bertambahnya temperatur maka ukuran butir makin membesar sehingga jaraknya semakin dekat dan ikatannya menguat serta ketangguhan meningkat dengan demikian energi impat nya meningkat.
Untuk mengetahui nilai kekerasan material melalui hasil pengujian pada metode Rockwell, Vickers, dan brinnel.
Kekerasan Brinnel Menurut Brinnel : Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 2,5 mm dan diberi beban 62,5 kp. untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama selang waktu tertentu, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak.Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah : BHN = P= P (πD/2) (D- √D2–d2) π.D.t
Jejak yang relatif besar dari pada kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidakseragaman lokal, selain itu uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Dilain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure).
Kekerasan Rockwell
Menurut Rockwell : Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil pada umumnya 10kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akanmeningkatkan kedalaman penetrasi. Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman . Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell.
Kekerasan Vickers
Menurut Vickers :Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan 136º. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan ujikekerasan piramidsa intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yangbesar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.
Hubungan Antara Kekerasan Dengan Kekuatan
Kekerasan dari suatu bahan berbanding terbalikdengan kekuatan tarik Karena pengertian dari kekerasan dan kekuatan tarik berbeda. Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi local (permukaan), sementara kekuatan tarik adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis yang terjadi diseluruh permukaan material (global). Sehingga jika suatu bagian dari material memiliki kekuatan yang baik, maka material tersebut semakin ulet sehingga memiliki sifat yang semakin lunak dan tidak getas, Sementara itu sifat dari material yang memiliki kekerasan mempunyai sifat getas dan cenderung tidak lunak atau ulet. Karena itu, semakin ulet material maka akan semakin kuat pula material tersebut serta semakin tidak memiliki sifat kekerasan.
Suhu dan Kalor
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suhu dan Kalor adalah dua hal yang tidak dapat dipisahka dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan dua hal tersebut seperti hal yang paling sederhana saja perbedaan temperatur udara saat siang dan malam hari, penurunan suhu teh panas jika ditambahkan dengan es batu, dan lain sebagainya.
Kalor merupakan bentuk energi maka dapat berubah dari satu bentuk kebentuk yang lain. Berdasarkan Hukum Kekekalan Energi maka energi listrik dapat berubah menjadi energi kalor dan juga sebaliknya energi kalor dapat berubah menjadi energi listrik
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka penyusun membuat suatu rumusan masalah, yaitu :
1. Apa makna suhu, kalor dan kapasitas kalor.
2. Bagaimana isi Hukum Termodinamika I dan II.
3. Apa itu proses isokhorik, isobar, isotermik dan adiabatic.
4. Bagaiman prinsip mesin kalor dan mesin pendingin.
5. Apa penerapan konsep-konsep suhu dan kalor pada bidang teknik elektro.
1.3. Batasan Masalah
Hukum Termodinamika I dan Hukum Termodinamika II.
1.4. Tujuan
Makalah ini disusun agar dapat lebih mendalami tentang makna suhu, kalor dan kapasitas kalor. Mengetahui Hukum Termodinamika I dan II dan seterusnya seperti yang ada pada rumusan masalah. Tidak hanya itu, penyusunan makalah ini juga tidak hanya bagi para pembaca saja, akan tetapi agar dapat pula menjadi bahan informasi/bahan ajar bagi orang lain (siswa).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Suhu, kalor dan kapasitas kalor
Suhu didefenisikan sebagai ukuran atau derajat panas dingin suatu benda atau sistem. Sifat termometrik adalah sifat-sifat benda yang mudah berubah akibat adanya perubahan suhu, contoh :
1. Panjang logam
2. Volume zat cair.
Kalor adalah
Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit.
Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda(zat) bergantung pada 3 faktor
1. massa zat
2. jenis zat (kalor jenis)
3. perubahan suhu
Sehingga secara matematis dapat dirumuskan :
Q = m.c.(t2 – t1)
Dimana :
Q adalah kalor yang dibutuhkan (J)
m adalah massa benda (kg)
c adalah kalor jenis (J/kgC)
(t2-t1) adalah perubahan suhu (C)
Kalor dapat dibagi menjadi 2 jenis
• Kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu
• Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud (kalor laten), persamaan yang digunakan dalam kalor laten ada dua macam Q = m.U dan Q = m.L. Dengan U adalah kalor uap (J/kg) dan L adalah kalor lebur (J/kg)
Dalam pembahasan kalor ada dua kosep yang hampir sama tetapi berbeda yaitu kapasitas kalor (H) dan kalor jenis (c)
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda sebesar 1 derajat celcius.
H = Q/(t2-t1)
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 derajat celcius. Alat yang digunakan untuk menentukan besar kalor jenis adalah kalorimeter.
c = Q/m.(t2-t1)
Bila kedua persamaan tersebut dihubungkan maka terbentuk persamaan baru
H = m.c
Analisis grafik perubahan wujud pada es yang dipanaskan sampai menjadi uap. Dalam grafik ini dapat dilihat semua persamaan kalor digunakan.
Keterangan :
Pada Q1 es mendapat kalor dan digunakan menaikkan suhu es, setelah suhu sampai pada 0 C kalor yang diterima digunakan untuk melebur (Q2), setelah semua menjadi air barulah terjadi kenaikan suhu air (Q3), setelah suhunya mencapai suhu 100 C maka kalor yang diterima digunakan untuk berubah wujud menjadi uap (Q4), kemudian setelah berubah menjadi uap semua maka akan kembali terjadi kenaikan suhu kembali (Q5)
Kapasitas kalor (C) = banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu seluruh benda sebesar satu derajat. Dengan demikian, benda yang mempunyai massa m dan kalor jenis c mempunyai kapasitas kalor sebesar:
C = mc
Keterangan :
C = kapasitas kalor
m = massa benda (Kg)
c = kalor jenis (J/Kg.K)
Satuan kapasitas kalor benda (C)
Untuk menurunkan satuan kapasitas kalor (C), kita oprek saja persamaan kapasitas kalor (C) di atas :
Satuan Sistem Internasional untuk kapasitas kalor benda = J/K (J = Joule, K = Kelvin)
Catatan :
Pertama, skala celcius dan skala Kelvin mempunyai interval yang sama. Karenanya selain menggunakan Co, kita juga bisa menggunakan K. Mengenai hal ini sudah gurumuda jelaskan pada pokok bahasan Termometer dan Skala suhu (bagian terakhir).
2.2. Hukum Termodinamika
A. Hukum Termodinamika I
Hukum ini terkait dengan kekekalan energi. Hokum ini menyatakan perubahan enegi dalam (∆U) dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan total dari jumlah energi kalor yang disuplai ke dalam sistem dan kerja yang dilakukan terhadap sistem. Hokum pertama termodinamika ( the First Law of Thermodynamic) adalah sejumlah kalor (Q) yang diterima dan usaha yang dilakukan terhadap suatu gas dapat digunakan untuk menambah energi dalam (∆U).
Rumus hukum I Termodinamika :
∆U = Q - W
Dengan ketentuan :
Q adalah positif jika sistem memperoleh kalor dan negatif jika kehilangan kalor. Usaha (W) postif jika usaha dilakukan oleh sistem dan negatif jika usaha dilakukan pada sistem. Jadi hukum I termodinamika adalah prinsip kekekalan energi yang diaplikasikan pada kalor, usaha dan energi dalam.
B. Hukum II Termodinamika
Hukum kedua termodinamika dapat dinyatakan dalam dua cara, yaitu :
1. Kalor tidak pernah mengalir secara spontan dari benda bersuhu rendah ke benda bersuhu tinggi.
2. Tidak ada satu mesin kalor yang bekerjadalam suatu siklus yang semata-mata menyerap kalor dari sebuah reservoir dan mengubah menjadi usaha.
Hukum kedua dapat dinyatakan dalam entropi sebagai berikut :
Entropi tota; jagad raya tidak berubah ketika proses reversible terjadi ( ΔS jagad raya > 0 ). Perubahan entropi ΔS dari suatu sistem sama dengan kalor yang mengalir ke dalam (bertanda positif) atau keluar dari (bertanda negatif) sitem, ketika sistem berubah dari suatu keadaan ke keadaan lainnya dibagi dengan suhu mutlak.
Q
ΔS = reversible
T
Proses Isokhorik, Isobarik, Isotermik, dan Adiabatik.
A. Proses Isokhoriik
Proses isokhorik adalah proses perubahan keadaan sistem pada volume tetap. Rumus :
P1 P1
=
T1 T1
Usaha yang dilakukan di lungkungan adalah
W = PΔV = P.0 =0
Keterangan :
P : tekanan (Pa)
T : suhu (K)
ΔV : perubahan volume (m3)
B. Proses Isotermik
Proses isotermik adalah proses perubahan keadaan pada suhu tetap.
Rumus : W = nRT
Keterangan :
W : usaha (J)
n : Mol
R : ketetapan gas ideal (8.31 J/mol K)
T : suhu (K)
V : volume (m3)
C. Proses Isobarik
Proses isobaric adalah proses perubahan keadaan gas yang tekananya tetap, sedangkan suhu, dan volume berubah.
Rumus : V1 V1
=
T1 T1
Usaha luar yang dilakukan lingkungan adalah :
W = Pc ΔV = Pc (V2 –V1)
Keterangan :
Pc : tekanan
D. Proses Adiabatik
Adalah proses perubahan sistem tanpa kalor yang masuk atau keluar dari sistem,.
Rumus :
P1V1Y=P2V2Y
Keterangan :
Y : konstanta Laplace = Y = Cp
Cv
Cp : kalor jenis gas pada tekana tetap
Cv : kalor jenis gas pada volume tetap
Mesin Kalor dan Mesin Pendingin
A. Mesin Kalor
Mesin kalor memindahkan kalor Q1 dari redervoir panas, melakukan usaha W1 dan membuang kalor Q2 ke reservoir dingin. Efisiensi mesin kalor adalah nilai perbandingan antara usaha yang dilakukan terhadap kalor total yang diserap.
Rumus : η = W1 Q2
= 1 –
Q1 Q1
Q2 T2
Untuk mesin kalor ideal (mesin carnot), = sehingga,
Q1 T1
T2
η = 1 -
T1
B. Mesin Pendingin
Mesin Pendingin memindahkan kalor Q2 dari reservoir dingin, menerima usaha listrik W, dan membuang kalor Q1 ke reservoir panas.
Jadi proses dalam mesin pendingin berlawanan arah dengan proses dala mesin kalor. Koefisien performasi Cp dari suatu mesin pendingin adalah nilai perbandingan antara kalor yang dipindahkan dari reservoir dingin terhadap usaha listrik yang diterima sistem.
Q2 Q2
Cp = =
W Q1 - Q2
Penerapan suhu dan kalor pada bidang teknik elektro
Hukum I Termodinamika pada prinsipnya adalah hukum kekekalan energi.Hukum Hukum II Termodinamika membahas bisa tidaknya perubahan bentuk energi satu ke yang lain. Jadi, pada dasarnya pula semua mesin atau bahkan semua sistem tunduk pada hukum termodinamika.
Contoh
Mesin sepeda motor anda. Dalam hukum I dikatakan Q = W + deltaU. Artinya pada sebuah sistem diberikan kalor sebesar Q maka akan digunakan sistem untuk melakukan usaha dan untuk menaikkan energi dalam. Kalor pembakaran bensin sebesar Q digunakan untuk mekakukan usaha W yakni menggerakkan motor anda (motor bergerak mempunyai energi kinetik Ek = W) dan mesin-mesin motor anda yang semula dingin menjadi panas (artinya terjadi kenaikan energi dalam).
gaya
SISTEM GAYA
Konsep Dasar Mekanika Bodi Padat
Dasar Besaran
- Ruang adalah daerah geometri yang ditempati oleh benda yang posisinya digambarkan oleh pengukuran linear dan membentuk sudut relatif terhadap sistem koordinat
- Waktu adalah ukuran peristiwa yang berurutan dan merupakan besaran dalam ilmu dinamika
- Massa adalah ukuran kelembaban bodi, yang merupakan penghambat terhadap perubahan kecepatan
- Gaya adalah aksi suatu bodi terhadap bodi lain. Suatu gaya cenderung menggerakkan sebuah bodi menurut arah kerjanya. Aksi sebuah gaya dicirikan oleh besarannya, arah kerjanya, dan titik tangkapnya. Misal
Besaran gaya = 500 kg
Arah = tegak lurus ke bawah
Titik tangkap = panjang garis
misal 1 cm = 100 kg maka panjang garis = 5 cm
Hukum Newton
- Hukum Newton I adalah sebuah partikel akan tetap diam atau terus bergerak dalam sebuah garis lurus dengan kecepatan tetap jika tidak ada gaya tak seimbang yang bekerja padanya
- Hukum Newton II adalah bila percepatan sebuah partikelnya sebanding dengan gaya resultan yang bekerja padanya dan searah dengan gaya tersebut
F = m.a
- Hukum Newton III adalah bila gaya aksi dan reaksi antara bodi yang berinteraksi memiliki besar yang sama, berlawanan arah dan segaris
Komposisi Gaya
- Gaya-gaya kolinier (colinear forces) = gaya-gaya yang segaris kerjanya terletak pada satu garis lurus
- Gaya-gaya koplanar (coplanar forces) = gaya-gaya yang garis kerjanya terletak pada satu bidang rata
- Gaya-gaya ruang (three dimensional system of forces) = gaya-gaya yang bekerja didalam ruang
- Gaya-gaya konkuren (concurrent forces) = gaya-gaya yang garis kerjanya melalui sebuah titik sedang jika sebaliknya disebut nonkonkuren
- Gaya-gaya sejajar = gaya-gaya yang garis kerjanya sejajar baik pada bidang rata maupun dalam ruang
Komposisi gaya diberikan pada gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1. Komposisi gaya-gaya
Penandaan arah gaya
- Gaya positif jika arah gaya ke kanan atau ke atas
- Gaya negatif jika arah gaya ke kiri atau ke bawah
Keseimbangan gaya.
- Konsep dari gaya adalah suatu aksi yang cenderung mengubah keadaan diam pada sebuah bodi ke keadaan dimana gaya bekerja.
- Pada gaya kolinier, gaya akan seimbang bila jumlah aljabar gaya-gaya itu sama dengan nol. Misal P > G maka benda akan ke atas, P < G benda akan keba-wah, P = G benda seimbang (lihat gambar 1.2)
Gambar 1.2. Keseimbangan gaya
- Pada gaya konkuren-koplanar, gaya akan seimbang bila jumlah aljabar dari komponen-komponen pada sumbu X dan Y yang sama dengan nol (gambar 1.3)
Fx = 0 dan Fy = 0
Gambar 1.3. Keseimbangan resultan gaya
P dapat diganti oleh m dan n bila: - m Sin + n sin = 0 dan m cos + n cos = P
X = 0 atau – mx + nx = 0 dan Y = 0 atau my + ny – G = 0
- Momen: besaran yang mengindikasikan kemampuan dari sebuah gaya yang menyebabkan rotasi (perputaran). M = F.r , dimana r adalah jarak gaya terhadap titik pusat tumpuan (A), lihat gambar berikut.
-
Gambar 1.4. Momen pada pengungkit paku dan penandaan momen
- Momen bernilai positif apabila mengakibatkan putaran searah jarum jam, dan sebaliknya bernilai negatif apabila mengakibatkan putaran berlawanan arah jarum jam
- Resultan momen dari beberapa gaya terhadap suatu titik sama dengan jumlah aljabar dari momen setiap gaya terhadap titik tersebut.
-
M1 = F1 x r1
M2 = F2 x r2
Resultan:
M = M1 + M2
Gambar 1.5. Resultan momen
- Teori Varignon: Momen sebuah gaya terhadap sebuah titik sama dengan jumlah momen dari komponen-komponen gaya tersebut terhadap titik itu.
- Gaya-gaya pada tongkat umpil akan menimbulkan momen positif dan negatif terhadap titik A. Apabila momen positif lebih besar atau sebaliknya, maka papan akan tidak seimbang, lihat gambar 1.5.
Momen A = (-F1 x 2,5)+(F2 x 2) = 45 kgm (positif)
Jika F2 digeser kekiri sehingga berjarak 1,25 m dari A maka MA = (-30 kg x 2,5 m) + (60 kg x 1,25 m) = 0.
Hal ini berarti momen positif sama dengan momen negatif, tongkat umpil dinyatakan seimbang.
Gambar 1.5. Gaya-gaya pada tongkat umpil
- Dua gaya sejajar, sama besar, berlawanan arah dengan jarak tertentu (kopel gaya). Momen terhadap titik O (MO) dapat dihitung: MO = P.a + P.b = P.(a+b) = P.L. Jadi resultan dari pasangan gaya ini adalah momen, dan tidak mungkin berupa suatu resultan gaya ataupun gaya-gaya seimbang, sekalipun jumlah aljabarnya sama dengan nol. Pasangan gaya ini disebut gaya kopel, yang menghasilkan momen-kopel (lihat gambar 1.6).
Gambar 1.6. Momen kopel
- Torsi: suatu gaya yang menimbulkan puntiran. Gaya bekerja menyilang terhadap suatu sumbu. Garis kerja gaya tegak lurus sumbu dengan jarak d. Besar puntiran pada sumbu akibat gaya ini dihitung sebagai: T = F.d.
- Torsi menganut hukum tangan kanan, yaitu bila ibu jari menunjuk ke arah sumbu maka jari-jari yang lain merupakan gaya yang menimbulkan torsi negatif.
THERMODINAMIKA
III. THERMODINAMIKA
1. GAS IDEAL
Definisi mikroskopik gas ideal :
a. Suatu gas yang terdiri dari partikel-partikel yang dinamakan molekul.
b. Molekul-molekul bergerak secara serampangan dan memenuhi hukum-hukum gerak Newton.
c. Jumlah seluruh molekul adalah besar
d. Volume molekuladalah pecahan kecil yang dapat diabaikan dari volume yang ditempati oleh gas tersebut.
e. Tidak ada gaya yang cukup besar yang beraksi pada molekul tersebut kecuali selama tumbukan.
f. Tumbukannya eleastik (sempurna) dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Jumlah gas di dalam suatu volume tertentu biasanya dinyatakan dalam mol. Misalkan suatu gas ideal ditempatkan dalam suatu wadah (container) yang berbentuk silinder
Hukum Boyle : Bila gas dijaga dalam temperatur konstan, tekanannya ber-banding terbalik dengan volume.
Hukum Charles & Gay-Lussac : Jika tekanan gas dijaga konstan, volume berbanding lurus dengan temperatur.
Kesimpulan tersebut dapat dirangkaum sebagai persamaan keadaan gas ideal :
pV = nRT
R : konstanta gas universal
= 8,31 J/mol .K
= 0,0821 Lt . atm/mol.K
2. KALOR dan USAHA
Kalor dan usaha sama-sama berdimensi tenaga (energi). Kalor merupakan tenaga yang dipindahkan (ditransferkan) dari suatu benda ke benda lain karena adanya perbedaan temperatur. Dan bila transfer tenaga tersebut tidak terkait dengan perbedaan temperatur, disebut usaha (work).
dy
F
Mula-mula gas ideal menempati ruang dengan volume V dan tekanan p. Bila piston mempunyai luas penampang A maka gaya dorong gas pada piston F = pA.
Dimisalkan gas diekspansikan (memuai) secara quasistatik, (secara pelan-pelan sehingga setiap saat terjadi kesetimbangan), piston naik sejauh dy, maka usaha yang dilakukan gas pada piston :
dW = F dy
= p A dy
A dy adalah pertambahan volume gas,
dW = p dV
Bila volume dan tekanan mula-mula Vi dan pi dan volume dan tekanan akhir Vf dan pf , maka usaha total yang dilakukan gas :
Vf
W = p dV
Vi
P
pi i
pf f
V
Vi Vf
Kerja yang dilakukan gas pada saat ekspansi dari keadaan awal ke keadaan akhir adalah luas dibawah kurva dalam diagram pV.
P P P
pi i pi i i
pf f pf f pf f f
V V V
Vi Vf Vi Vf Vi Vf
Tampak bahwa usaha yang dilakukan dalam setiap proses tidak sama, walaupun mempunyai keadaan awal dan keadaan akhir yang sama.
“Usaha yang dilakukan oleh sebuah sistem bukan hanya tergan-tung pada keadaan awal dan akhir, tetapi juga tergantung pada proses perantara antara keadaan awal dan keadaan akhir”.
Dengan cara yang sama,
“kalor yang dipindahkan masuk atau keluar dari sebuah sistemtergantung pada proses perantara di antara keadaan awal dan keadaan akhir”.
3. HUKUM PERTAMA THERMODINAMIKA
Suatu proses dari keadaan awal i ke keadaan akhir f, untuk setiap keadaan perantara (lintasan) yang berbeda memberikan Q dan W yang berbeda, tetapi mempunyai harga Q - W yang sama. Q - W hanya tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir saja.
Q - W ini dalam termodinamika disebut perubahan tenga internal (U = Uf - Ui ), sehingga :
U = Q - W
yang dikenal sebagai hukum pertama termodinamika, yang merupakan hukum kekekalan energi.
Untuk perubahan infinitisimal :
dU = dQ - dW
4. KALOR JENIS GAS IDEAL
Secara mikroskopis, temperatur dari gas dapat diukur dari tenaga kinetik translasi rata-rata dari molekul gas tersebut, Untuk molekul yang terdiri satu atom, momoatomik, seperti He, Ne, gas mulia yang lain, tenaga yang diterimanya seluruhnya digunakan untuk menaikkan tenaga kinetik translasinya,oleh karena itu total tenaga internalnya :
U = 3/2 NkT = 3/2 nRT
Tampak bahwa U hanya merupakan fungsi T saja.
p
f
f’ T + T
i
T
V
Untuk suatu proses volume konstan (i -> f ), usaha yang diakukan gas : W = p dV = 0, maka menurut hukum pertama termodinamika,
Q = U = 3/2 n R T
n cv T = 3/2 n R T
cv = 3/2 R
Seluruh kalor yang diterimanya, digunakan untuk menaikkan tenaga internal sistem. cv adalah kalor jenis molar gas untuk volume konstan.
Untuk suatu proses volume konstan (i -> f’ ), usaha yang dilakukan gas W = p dV = p V, maka menurut hukum pertama termodinamika
U = Q - W
= n cp T - p V
Karena kedua proses tersebut mempunyai temperatur awal dan akhir yang sama maka U kedua proses sama.
n cv T = n cp T - p V
Dari pV = nRT diperoleh p V = n R T , maka
n cv T = n cp T - n R T
cp - cv = R
Karena cv = 3/2 R, maka cp = 5/2 R, perbandingan antara kuantitas tersebut
= cp / cv = 5/3
Untuk gas diatomik dan poliatomik dapat diperoleh dengan cara yang sama :
gas diatomik ( U = 5/2 nRT) : = 7/5
gas poliatomik (U = 3 nRT) : = 4/3
5. PROSES-PROSES DALAM TERMODINAMIKA
5.1. Proses Isokoris (volume konstan)
Bila volume konstan, p/T = konstan,
pi/ Ti = pf/Tf
p f
i
V
Pada proses ini V = 0, maka usaha yang dilakukan W = 0, sehingga
Q = U = n cv T
5.2. Proses Isobaris (tekanan konstan)
Bila tekanan konstan, V/T = konstan,
Vi/ Ti = Vf/Tf
p
i f
V
Pada proses ini usaha yang dilakukan W = p V = p (Vf - Vi ) , sehingga
U = Q - W
U = n cp T - p V
5.3. Proses Isotermis (temperatur konstan)
Bila temperatur konstan, pV = konstan,
piVi = pfVf
p i
f
V
Pada proses ini T = 0, maka perubahan tenaga internal U = 0, dan usaha yang dilakukan :
W = p dV
p = nRT/V, maka
W = nRT (1/V) dV
W = nRT ln (Vf/Vi)
Q = W
5.4. Proses Adiabatis
Pada proses ini tidak ada kalor yang masuk, maupun keluar dari sistem, Q = 0. Pada proses adiabatik berlaku hubungan pV= konstan (buktikan),
piVi = pfVf
p i
f
V
Usaha yang dilakukan pada proses adiabatis :
W = p dV
p = k/V , k = konstan , maka
W = (k/V ) dV
W = 1/(1-) { pfVf - piVi}
U = -W
6. PROSES TERBALIKKAN & PROSES TAK TERBALIKKAN
Secara alami kalor mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah, tidak sebaliknya. Balok meluncur pada bidang, tenaga mekanik balok dikonversikan ke tenaga internal balok & bidang (kalor) saat gesekan. Proses tersebut termasuk proses tak terbalikkan (irreversible). Kita tidak dapat melakukan proses sebaliknya.
Proses terbalikkan terjadi bila sistem melakukan proses dari keadaan awal ke keadaan akhir melalui keadaan setimbang yang berturutan. Hal ini terjadi secara quasi-statik. Sehingga setiap keadaan dapat didefinisikan dengan jelas P, V dan T-nya. Sebaliknya pada proses irreversible, kesetimbangan pada keadaan perantara tidak pernah tercapai, sehingga P,V dan T tak terdefinisikan.
pasir p irreversible
f
i reversible
V
Reservoir kalor
7. MESIN KALOR
Rangkaian dari beberapa proses termodinamika yang berawal dan berakhir pada keadaan yang sama disebut siklus.
p 2
3
1 4
V
Untuk sebuah siklus, T = 0 oleh karena itu U = 0. Sehingga
Q = W.
Q menyatakan selisih kalor yang masuk (Q1) dan kalor yang keluar (Q2) (Q = Q1- Q2) dan W adalah kerja total dalam satu siklus.
7.1. Siklus Carnot
Tahun 1824 Sadi Carnot menunjukkan bahwa mesin kalor terbalikkan adengan siklus antara dua reservoir panas adalah mesin yang paling efisien.
Siklus Carnot terdiri dari proses isotermis dan proses adiabatis.
Proses a-b : ekaspansi isotermal pada temperatur Th (temperatur tinggi). Gas dalam keadaan kontak dengan reservoir temperatur tinggi. Dalam proses ini gas menyerap kalor Th dari reservoir dan melakukan usaha Wab menggerakkan piston.
Qh
a
b
d
Qc c
Proses b-c : ekaspansi adiabatik. Tidak ada kalor yang diserap maupun keluar sistem. Selama proses temperatur gas turun dari Th ke Tc (temperatur rendah) dan melakukan usaha Wab .
Proses c-d : kompresi isotermal pada temperatur Tc (temperatur tinggi). Gas dalam keadaan kontak dengan reservoir temperatur rendah. Dalam proses ini gas melepas kalor Qc dari reservoir dan mendapat usaha dari luar Wcd.
Proses d-a : kompresi adiabatik. Tidak ada kalor yang diserap maupun keluar sistem. Selama proses temperatur gas naik dari Tc ke Th dan mendapat usaha Wda .
Efisiensi dari mesin kalor siklus Carnot :
= W/Qh = 1 - Qc /Qh
karena Qc /Qh = Tc /Th (buktikan)
maka
= 1 - Tc /Th
7.2. Mesin Bensin
Proses dari mesin bensin ini dapat didekati dengan siklus Otto.
Proses O-A : Udara ditekan masuk ke dalam silinder pada tekanan atmosfir dan volume naik dari V2 menjadi V1.
Proses A-B : gas ditekan secara adiabatik dari V1 menjadi V2 dan temperaturnya naik Dari TA ke TB.
p
C
B D
O A
V2 V1 V
Proses B-C : terjadi proses pembakaran gas (dari percikan api busi), kalor diserap oleh gas Qh. Pada proses ini volume dijaga konstan sehingga tekanan dan temperaturnya naik menjadi pC dan TC..
Proses C-D : Gas berekspansi secara adiabatik, melakukan kerja WCD.
Proses D-A : kalor Qc dilepas dan tekanan gas turun pada volume konstan.
Proses A-O : dan pada akhir proses, gas sisa dibuang pada tekanan atmosfir dan volume gas turun dari V1 menjadi V2..
Bila campuran udara-bahan bakar dianggap gas ideal, effisiensi dari siklus Otto adalah :
= 1 - 1/(V1/V2.) -1.
V1/V2. disebut rasio kompresi.
7.3. Mesin Diesel.
Mesin diesel diidealkan bekerja dengan siklus Diesel.
C
B
D
A
V2 V3 V1
Berbeda dengan mesin bensin, pembakaran gas dilakukan dengan memberikan kompresi hingga tekanannya tinggi. Pada proses BC terjadi pembakaran gas berekspansi sampai V3 dan dilanjutkan ekspansi adiabatik sampai V1. Rasio kompresi siklus Diesel lebih besar dari siklus Otto sehingga lebih efisien.
7. 4. Heat Pumps dan Refrigerators.
Heat pump adalah peralatan mekanis untuk memanaskan atau mendinginkan ruang dalam rumah/gedung. Bila berfungsi sebagai pemanas gas yang bersirkulasi menyerap panas dari luar (eksterior) dan melepaskannya di dalam ruang (interior). Bila difungsikan sebagai AC, siklus dibalik.
Temperatur panas, Th
Qh
W
Qc
Temperatur dingin, Tc
Efektifitas dari heat pump dinyatakan dalam Coefisien of Perfoment (COP),
COP =Qh/W
Refrigerator, seperti dalam heat pump, memompa kalor Qc dari makanan di dalam ruang ke luar ruangan.
COP = Qc/W
8. HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
Mesin kalor yang telah dibahas sebelumnya menyatakan :
kalor diserap dari sumbernya pada temperatur tinggi (Qh)
Usaha dilakukan oleh mesin kalor (W).
Kalor dilepas pada temperatur rendah (Qc).
Dari kenyataan ini menujukkan bahwa efisiensi mesin kalor tidak pernah berharga 100 %. karena Qc selalu ada dalam setiap siklus. Dari sini Kelvin-Planck menyatakan :
“Tidak mungkin membuat suatu mesin kalor, yang beroperasi pada suatu siklus, hanyalah mentransformasikan ke dalam usaha semua kalor yang diserapnya dari sebuah sumber”.
Temperatur tinggi,Th Temperatur tinggi, Th
Qh Qh
W W
Qc
Temperatur rendah, Tc Temperatur rendah, Tc
Mesin kalor Mesin kalor yang tidak mungkin
Sebuah heat pumps (atau refrigerator), menyerap kalor Qc dari reservoir dingin dan melepaskan kalor Qh ke reservoir panas. Dan ini hanya mungkin terjadi bila ada usaha/kerja yang dilakukan pada sistem. Clausius menyatakan :
“Untuk suatu mesin siklis maka tidak mungkin untuk menghasilkan tidak ada efek lain, selain daripada menyampaikan kalor secara kontinyu dari sebuah benda ke benda lain yang bertemperatur lebih tinggi”.
Temperatur tinggi,Th Temperatur tinggi, Th
Qh Qh
W
Qc Qc
Temperatur rendah, Tc Temperatur rendah, Tc
Refrigerator Refrigerator yang tak mungkin
Secara sederhana, kalor tidak dapat mengalir dari objek dingin ke objek panas secara spontan.
9. ENTROPI
Konsep temperatur muncul dalam hukum ke-nol termodinamika. Konsep energi internal muncul dalam hukum pertama termodinamika. Dalam hukum kedua termodinamika muncul konsep tentang entropi.
Misal ada proses terbalikkan, quasi-statik, jika dQ adalah kalor yang diserap atau dilepas oleh sistem selama proses dalam interval lintasan yang kecil,
dS = dQ/T
Entropi dari alam naik bila proses yang berlangsung alamiah
Perubahan entropi dari suatu sistem hanya tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem.
f
S = dS = dQ/T
i
Untuk proses dalam satu siklus perubahan entropi nol S = 0.
Untuk proses adiabatik terbalikkan, tidak ada kalor yang masuk maupun keluar sistem, maka S = 0. Proses ini disebut proses isentropik.
Entropi dari alam akan tetap konstan bila proses terjadi secara terbalikkan.
Untuk proses quasi-statik, terbalikkan, berlaku hubungan : dQ = dU + dW dimana dW = pdV. Untuk gas ideal, dU = ncv dT dan P = nRT/V, oleh karena itu
dQ = dU + pdV = ncv dT + nRT dV/V
bila dibagi dengan T
dQ/T = ncv dT/T + nR dV/V
S = dQ/T = ncv ln(Tf/Ti) + nR ln(Vf/Vi)
Ragam Bahasa Indonesia
google-site-verification: google78bf0d1127b39cfd.html
A. Penting Atau Tidaknya
Bahasa Indonesia.
Sebuah bahasa penting atau tidak penting
dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah
penyebarannya, dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan
budaya.
Dipandang Dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa di
Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir
sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa Indonesia.Yang pertama
kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah (“bahasa ibu”). Bahasa
Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka sampai pada usia sekolah (taman
kanak-kanak).
Berdasarkan keterangan di atas, penutur
bahasa Indonesia yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak
besar jumlahnya. Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang
tua yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian orang
yang lahir di kota-kota besar, dan orang-orang yang mempunyai latar belakang
bahasa Melayu. Dengan demikian, kalau kita memandang bahasa Indonesia sebagai
“bahasa ibu”, bahasa Indonesia itu tidak penting. Akan tetapi, pandangan kita
tidak tertuju pada masalah “bahasa ibu”. Jumlah penutur yang dimaksud adalah
jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data
ini akan membuktikan bahwa penutur bahasa Indonesia adalah 210 juta orang
(2000) ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan
masyarakat.
Dipandang Dari Luas
Penyebarannya
Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya
dengan penutur bahasa itu.Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat
dilepaskan dari segi penutur.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 210
juta lebih itu tersebar dalam daerah yang luas yaitu dari Sabang sampai
Merauke. Keadaan daerah penyebaran ini akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia
amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.
Dipandang Dari Dipakainya
Sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan Sastra
Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan
macam dan jenis susastranya walaupun hanya susastra lisan.Susastra Kerinci
telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Kerinci.Dengan demikian, bahasa
Kerinci telah dipakai sebagai sarana dalam susastra.
Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai
pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun
dan sebagainya.
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci
belum mampu memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci
memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa
bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal di atas – sarana ilmu pengetahuan,
budaya, dan susastra–telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat
sempurna dan baik. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
yang penting.
B. Ragam Lisan dan Ragam
Tulis
Tidak dapat kita pungkiri, bahasa Indonesia
ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam
tulis (huruf).Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak
semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat
dilisankan.Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam
tulis.
Kedua ragam itu berbeda, perbedaannya adalah
sebagai berikut:
1. Ragam lisan
menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara,
sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan.
2. Di dalam
ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek
tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan.Hal
ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik,
pandangan, anggukan, atau intonasi. Contoh : Orang yang berbelanja di
pasar.
“Bu, berapa cabenya?”
“Tiga puluh.”
“Bisa kurang?”
“Dua lima saja, Nak.”
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih
lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam
tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan
ragam tulis menghendaki agar orang yang “diajak bicara” mengerti isi tulisan
itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku, majalah, dan surat
kabar.
3. Ragam lisan
sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang dibicarakan
secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku untuk
waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi susastra
belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang itu. Ragam
tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu.
4. Ragam lisan
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam
tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
Berikut ini dapat kita bandingkan wujud
bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan ini didasarkan atas
perbedaan penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat.
a. Ragam Lisan
1) Penggunaan Bentuk Kata
§
Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.
§
Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan
itu.
2) Penggunaan Kosakata
§
Saya sudah kasih tahu
mereka tentang hal itu.
§
Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
3) Penggunaan Struktur Kalimat
§
Rencana ini saya sudah sampaikan
kepada Direktur.
b. Ragam Tulis
1. Penggunaan Bentuk Kata
§
Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.
§
Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan
itu.
2. Penggunaan Kosakata
§
Saya sudah memberi tahu
mereka tentang hal itu .
§
Mereka sedang membuat denah untuk pameran nanti.
3. Penggunaan Struktur Kalimat
§
Rencana ini sudah saya sampaikan
kepada Direktur.
D. Ragam Baku Tulis dan
Ragam Baku Lisan
Ragam baku tulis adalah
ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah
lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional.
Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa
Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilahdan pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pula usaha
ke arah itu.
Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan?
Ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam
daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan
yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau
dialek daerahnya.
E. Ragam Sosial dan Ragam
Fungsional
Ragam sosial yaitu ragam bahasa yang sebagian
norma dan kaidahnya di dasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan
sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam
keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial
tersendiri.
Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut
juga ragam profesional, adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi,
lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya.Ragam fungsional juga
dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya.
1. Ragam
Keilmuan/Teknologi
Komputer adalah mesin pengelola
informasi.Berjuta-juta fakta dan bagan yang berbeda dapat disimpan dalam
komputer dan dapat dicari lagi apabila diperlukan.
2. Ragam
Kedokteran
Kita mengenal dua macam
diabetes, yaitu diabetes inspidus dan diabetes mellitus. Diabetes inspidus
disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik (antidiuretic hormone = ADH)
diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada di dasar otak sehingga kita
mengeluarkan urine terus atau kencing saja. Pada diabetes mellitus yang kurang
adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berada
dibawah hati.
3. Ragam
Keagamaan
Tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar yaitu hari
ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
F. Bahasa Indonesia yang
Baik dan Benar
Pengertian benar pada suatu kata atau suatu
kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi kaidah bahasa.Sebuah kalimat
atau sebuah pembentukan kata dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi
kaidah-kaidah yang berlaku. Di bawah ini akan dipaparkan sebuah contoh.
1. Kuda makan rumput
Kalimat ini benar karena
memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur, yaitu adasubjek (kuda), ada predikat (makan),
dan ada objek (rumput).Kalimat ini juga memenuhi kaidah
sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat
dimengerti oleh pembaca.Lain halnya dengan kalimat di bawah ini.
2. Rumput makan kuda
Kalimat ini benar menurut
struktur karena ada subjek (rumput),
ada predikat (makan), ada objek (kuda).Akan tetapi, dari segi makna, kalimat
ini tidak benar karena tidak mendukung makna yang baik.
Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau
memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku.
Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan)
atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam
suatu pertemuan kita dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu
sehingga kata-kata yang keluar atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai
rasa yang tidak pada tempatnya.
Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa
yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan
yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa
yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.
B. Ragam
Bahasa Berdasarkan Penutur
1. Ragam
bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek). Bahasa Indonesia
yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa
Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Madura, dan Papua. Masing-masing
memiliki ciri khas /logat yang berbeda-beda.
2. Ragam
bahasa berdasarkan pendidikan penutur. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh
kelompok penutur yang berpendidikan, berbeda dengan kelompok penutur yang tidak
berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitamin, pideo, pilm, pakultas.
3. Ragam
bahasa berdasarkan sikap penutur. Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap
penutur terhadap kawan bicaranya. Sikap itu antara lain resmi, akrab, dan
santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga
mempengaruhi sikap tersebut.Contohnya, pada saat kita berbicara dengan
seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan yang tinggi dan saat berbicara
dengan seorang teman akrab. Pasti tentunya akan sangat berbeda. Semakin
formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya,
makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
3. Situasi
ragam bahasa dalam berbagai keadaan
1. Ragam baku adalah
ragam bahasa yang oleh penuturnya dipandang sebagai ragam yang baik. Ragam ini
biasa dipakai dalam kalangan terdidik, karya ilmiah, suasana resmi, atau surat
resmi.
2.
Ragam cakapan (ragam akrab) adalah
ragam bahasa yang dipakai apabila pembicara menganggap kawan bicara sebagai
sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya atau apabila topik pembicara
bersifat tidak resmi.
3.
Ragam hormat adalah ragam
bahasa yang dipakai apabila lawan bicara orang yang dihormati, misalnya orang
tua dan atasan.
4.
Ragam kasar adalah ragam
bahasa yang digunakan dalam pemakaian tidak resmi di kalangan orang yang saling
mengenal.
5.
Ragam lisan adalah ragam
bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu
sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Bahasa lisan lebih
ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi
satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Ragam lisan dapat kita temui,
misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi
perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang non standar, misalnya dalam
percakapan antar teman, di pasar, atau dalam kesempatan non formal lainnya.
6.
Ragam resmi adalah ragam
bahasa yang dipakai dalam suasana resmi.
7.
Ragam tulis adalah ragam
bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu
sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual.
Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun non standar. Ragam
tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat
kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam
majalah remaja, iklan, atau poster.
8.
Ragam bahasa perorangan atau idiolek seperti
gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa Benyamin s, dan lain
sebagainya.
9.
Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat
suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa Madura, Medan,
Sunda, Bali, Jawa, dan lain sebagainya.
10.
Ragam bahasa pada kelompok anggota
masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi
beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
4. Faktor-faktor
yang menyebabkan ragam bahasa
1. Faktor Usia Terlihat perbedaan
cara bicara dari anak-anak kecil, para remaja, dan orang tua. Pada anak-anak
masih terdapat tata bahasa yang kurang tersusun dengan rapih, dan masih sangat
sederhana. Pada remaja umumnya menggunakan bahasa gaul. Sedangkan pada orang
tua/dewasa tata bahasanya sudah lebih rapih dan lebih sopan meskipun bahasa
yang digunakan tidak formal.Atau terlihat juga keragaman tersebut ketika
seseorang berbicara dengan orang yang usianya lebih tua, akan lebih sopan
dibandingkan berbicara dengan teman sebaya.
2. Faktor Gender Contohnya, ketika
bapak-bapak berkumpul dan mulai berbincang-bincang diperbandingkan dengan
ketika ibu-ibu yang berkumpul sangat terlihat jelas perbedaannya Berdasarkan
penelitian, diperoleh bahwa perbedaan gender (pria/wanita) dapat mempengaruhi
perbedaan pada fonologis, gramatikal, dan sintaksis/morfologis bahasa.
3. Faktor Tingkat Pendidikan misalnya,
orang yang hanya mengenyam pendidikan hingga SD akan berbeda ragam bahasanya
dengan orang yang mengenyam pendidikan hingga sarjana, disebabkan oleh
perbedaan pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki.
4. Faktor Profesi/Jabatan Ilustrasinya,
perbedaan cara bicara OB dengan Manajer
5. Faktor Budaya Daerah Bahasa lahir dari
budaya.Budaya masing-masing daerah yang berbeda melahirkan bahasa daerah dengan
logatnya masing-masing. Ketika 2 orang yang memiliki perbedaan budaya dan
bahasa daerah bertemu dan menggunakan 1 bahasa yang sama, tetap terdapat
perbedaan dialek di antara mereka. Ilustrasinya telah saya berikan di awal
pembahasan, mengenai orang Jawa dan orang Batak yang menggunakan bahasa
Indonesia.
6. Faktor Bidang yang
Ditekuni Misalnya,
orang yang menekuni bidang kimia mengerti dengan istilah-istilah kimia, namun
orang awam belum tentu mengerti dengan istilah tersebut.
7. Faktor Lingkungan Sosial Di awal pembahasan
saya juga telah memberikan ilustrasinya, yaitu Arif yang berbicara dengan
atasan berbeda dengan ketika ia berbicara dengan teman lamanya, tergantung
kepada siapa lawan bicaranya.
- Penutur
bahasa Indonesia 210 juta orang tahun 2000, ditambah dengan penutur-penutur
yang berada di luar Indonesia.
b. Dipandang
dari luas penyebarannya
- Penutur
bahasa Indonesia yang berjumlah 210 juta lebih tersebar dari sabang sampai
merauke
- Tersebar
di kawasan Asia Tenggara ( Maalasyia dan Brunei)
- Tersebar
di beberapa negara maju, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan jepang
- Dibukanya
jurusan bahasa Indonesia pada beberapa universitas di luar negeri.
c. Dipandang
dari dipakainya sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra
Sarana ilmu pengetahuan,
budaya, dan susastra telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat
sempurna dan baik.
2. Ragam
Lisan dan Ragam Tulisan
Ragam bahasa pada pokoknya
dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Bahasa
Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke
dalam ragam tulis (huruf).Pendapat tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak
semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat
dilisankan.Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam
tulis.
Perbedaan ragam lisan dan
ragam tulisan adalah sebagai berikut.
1) Ragam
lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di
depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan
adanya teman bicara berada di depan.
2) Di
dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek,
predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan.
3) Ragam
lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Sedangkan
ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu.
4) Ragam
lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya
suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca,
huruf besar, dan huruf miring.
Contoh kalimat ragam lisan
dan ragam tulis.
Ragam lisan
a. Penggunaan
Bentuk Kata
(1) Kendaraan
yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.
(2)Fotokopi
ijazah harus dilegalisir dulu oleh pimpinan akademi.
b. Penggunaan
Kosakata
(1) Saya
sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.
(2)Pekerjaan itu
agak macet disebabkan karenaketerlambatan dana yang diterima.
c. Penggunaan
Struktur Kalimat
(1) Rencana
ini saya sudah sampaikan kepada Direktur.
(2) Karena
terlalu banyak saran beda-beda sehingga ia makin bingung untuk menyelesaikan
pekerjaan itu.
Ragam
Tulis
a.Penggunaan Bentuk Kata
(1) Kendaraan
yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.
(2) Fotokopi
ijazah harus dilegalisasi dulu oleh pimpinan akademi.
b.Penggunaan Kosakata
(1) Saya
sudah memberi tahu mereka tentang hal itu.
(2) Pekerjaan
itu agak macet disebabkan olehketerlambatan dana yang diterima.
c. Penggunaan
Struktur Kalimat
(1) Rencana
ini sudah saya sampaikan kepada Direktur.
(2) Karena
terlalu banyak saran yang berbeda-beda, ia makin bingung untuk
menyelesaikan pekerjaan itu.
3. Ragam
Baku dan Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai
bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.
Ragam tidak baku adalah ragam yang
tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam
baku.
Ciri-ciri ragam baku
sebagai berikut.
a. Kemantapan
dinamis
b. Cendekia
c. seragam
4. Ragam
Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai
dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku tulis secara nasional.
Usaha yang dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa
Indonesia, yang tercantum dalam buku
- Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
- Pedoman
Umum Pembentukan Istilah
- Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Ukuran dan nilai ragam baku
lisan bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam
ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraaannya
tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
5. Ragam
Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial adalah ragam bahasa
yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam
lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Sedangkan ragam
fungsional atau profesional adalah ragam bahasa yang
dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu
lainnya.Dalam kenyataan, ragam fungsional menjelma sebagai bahasa negara dsan
bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan keilmuan/teknologi,
kedokteran, dan keagamaan.
6. Bahasa
Indonesia Yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik adalah penggunaan
yang disesuaikan dengan situasi pemakainya atau lingkungan dan keadaan yang
dihadapi baik ragam bahasa lisan maupun ragam tulis.
Bahasa Indonesia yang benar adalah suatu ragam
bahasa yang memenuhi kaidah-kaidah bahasa yang berlaku dalam komunikasi resmi
pada situasi formal, kedinasan, ilmiah (bahasa Indonesia baku).
Langganan:
Postingan (Atom)